Kamis, 13 Desember 2007

BELAJAR DARI ANAK ELANG

Konon ada seorang petani di sebuah desa menemukan sebutir telur elang. Telur elang itu lalu di bawanya pulang. Sampai di rumah, petani tadi mengeramkan telur elang tersebut bersama dengan telur-telur ayam yang sedang dierami induknya.
Setelah menetas, anak elang tadi hidup dan berperilaku seperti anak-anak ayam, karena anak elang itu mengira bahwa dirinya memang anak ayam. Ia mengais-ngais tanah untuk mendapat makanan. Sesekali mengepak-ngepakan sayapnya dan terbang beberapa meter saja. Ia berkokok seperti halnya anak ayam yang lain.
Suatu ketika ia melihat seekor elang terbang dengan gagahnya di angkasa. “Wow, luar biasa, siapa dia?” kata anak elang itu bertanya kepada anak ayam. “Itulah elang, si raja segala burung,” kata anak ayam di sekitarnya.
“Andai saja kita bisa terbang seperti dia, sungguh luar biasa!”
“Ah, jangan mimpi, dia itu makhluk angkasa, sedang kita hanya makhluk bumi. Kita hanya ayam!” kata anak ayam.
Al kisah, anak elang itu tetap saja tidak menyadari bahwa dirinya adalah anak elang. Ia tetap makan, minum, dan berperilaku seperti anak ayam. Tragisnya, anak elang tadi hidup sampai mati sebagai anak ayam, karena begitulah pandangan tentang dirinya.
Boleh jadi kita seperti anak elang yang berperilaku dan hidup seperti anak ayam. Akhirnya, mati pun sebagai anak ayam. Hati-hati dengan pandangan Anda tentang diri Anda sendiri. Apa yang Anda pikirkan dan Anda bayangkan tentang siapa diri Anda bisa menjadi kenyataan.
Meminjam konsep Psychocybernetics yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Maxwell Maltz, pencitraan diri ini sangatlah penting dan menentukan menjadi siapa kita nanti. Mengapa demikian, menurut Maxwell Maltz, manusia selalu bertindak, merasa, dan berprestasi menurut apa yang mereka bayangkan sebagai benar tentang dirinya sendiri dan lingkungannya.
Jika Anda memiliki citra diri, konsep diri, atau pandangan tentang diri bahwa Anda tidak berkompeten dalam pekerjaan Anda sekarang, Anda tidak memiliki kemampuan untuk mencapai sasaran, maka Anda pun betul-betul menjadi tidak kompeten dan tidak mampu mencapai sasaran.
Setiap individu memiliki kelebihan dengan berbagai kecerdasan. Mengutip teori tentang Multiple Intelligence yang diciptakan oleh Howard Gardner, setiap orang memiliki tujuh kecerdasan yaitu kecerdasaran bahasa, kecerdasan musik, kecerdasan pasial, kecerdasan matematika, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intra personal, dan kecerdasan interpersonal. Yang kemudian ditemukan lagi oleh Gardner 3 kecerdasan yaitu kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensia, dan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan itu ada pada setiap orang. Hanya saja, kita banyak yang belum menyadari sehingga potensi tersebut kurang mendapat kesempatan untuk aktualisasi. Akibatnya, kualitas diri kita tidak berkembang secara maksimal.
Kecerdasan manusia yang luar biasa itu merupakan modal yang luar biasa untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Itu sebabnya benar kata filosof legendaris Socrates “Gnothi Teauton” (Kenalilah dirimu). Selama ini, kita memang kurang mengenal diri sendiri, dengan segala potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan.
Dalam diri kita masih banyak kecerdasan lain di samping tujuh kecerdasan yang ditemukan oleh Howard Gardner. Sebut saja misalnya kita juga punya potensi berupa IQ (Intellegence Quotient) yang ditemukan juah sebelumnya oleh Binnet pada 1905, dan penemuan mutakhir di era 1990-an adanya potensi EQ (Emotional Quotient) oleh Daniel Goleman, AQ (Adversity Quotient) oleh Paul Stolz, dan SQ (Spiritual Quotient) oleh Danah Zohar dan Ian Marshal.
Sadari dan yakinlah bahwa Anda punya banyak potensi. Aktualisasikan potensi Anda melalui tindakan dan kerja keras, maka tindakan Anda itu akan membuahkan hasil yang maksimal. Nggak percaya? Coba saja. Gratis kok. Sekarang belum terlambat menyadari bahwa Anda ‘Elang’ bukan ayam. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar