Kamis, 13 Desember 2007

MENCARI KEKAYAAN YANG MEMBAWA BERKAH

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang hijau lagi manis. Barangsiapa mengambilnya dengan hak dan meletakkannya pada haknya, maka ia adalah sebaik-baik pertolongan. Dan barangsiapa yang mengambilnya tanpa hak, maka ia seperti orang yang makan, tetapi tidak pernah merasa kenyang.”
(HR. Bukhari Muslim)

Kata-kata bijak yang dikenal sebagai hadis Nabi Muhammad SAW ini menggambarkan bahwa mencari harta bukanlah sesuatu yang dilarang. Yang penting adalah cara memperoleh dan cara menggunakannya. Dalam hadis itu antara lain disebutkan “mengambilnya dengan hak dan meletakkan pada haknya”. Kata “hak” dalam konteks ini mengandung pengertian yang benar. Benar itu dapat berarti adil, tidak bohong, dan lurus hati.
Ungkapan hadis itu bisa menjadi panduan setiap orang agar dalam mencari harta kekayaan hendaknya tetap berpedoman pada norma yang berlaku seperti norma agama, sosial, maupun hukum.
Tujuan orang yang bekerja adalah imbalan uang. Tak ada seorang pun di dunia ini yang mau bekerja tanpa dibayar. Dengan uang seseorang bisa memiliki harta apa saja yang dibutuhkan dan diinginkan.
Wajarlah bila sebagian orang rela berangkat pagi-pagi, pulang malam, dengan harapan setiap akhir bulan menerima imbalan sejumlah uang. Uang bisa menjadi salah satu motivasi yang kuat bagi seseorang. Tak peduli hujan, tak peduli sakit, tak peduli kemacetan, seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang.
Dengan uang itu, kebutuhan hidup dapat dipenuhi, seperti kebutuhan makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan lain lain. Uang bisa membuat segalanya menjadi mudah, walaupun uang bukanlah segala-galanya. Bukankah, tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. Perasaan cinta, kebahagiaan, persaudaraan ataupun nilai-nilai yang lain adalah contoh yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Bahayanya Orientasi Materi

Motivasi yang berorientasi materi khususnya harta benda termasuk uang seringkali lebih menonjol pada diri kita. Banyak kalangan pelaku usaha memotivasi karyawan dengan menjanjikan bonus, sejumlah hadiah uang, kenaikan jabatan, maupun bentuk lain yang ujung-ujungnya adalah uang. Di sisi lain, secara pribadi, kita pun memiliki sasaran-sasaran yang akan diwujudkan yang ujung-ujungnya adalah uang.
Motivasi semacam itu seringkali efektif untuk memotivasi agar produktivitas kerja kita meningkat. Tetapi, motivasi yang berorientasi pada kebutuhan materi sesungguhnya sangat berbahaya. Berbahaya bagi siapa? Bisa saja berbahaya bagi diri sendiri, orang lain, perusahaan, masyarakat dan negara.
Orang yang bercita-cita menjadi kaya, bila tidak dilandasi dengan bimbingan agama sepak terjangnya bisa-bisa menghalalkan segala cara. Hati nuraninya tertutup dari cahaya kebenaran. Norma yang berlaku tidak lagi dihiraukan. Baginya, yang penting mendapatkan banyak uang.
Di sisi lain, orang yang menjadikan uang sebagai tujuan utama, cenderung mudah tergelincir melanggar peraturan, hukum, dan norma lainnya. Ini jelas sangat berbahaya. Apabila ia berada di sebuah perusahaan, maka ia bisa menjadi salah satu sumber kerugian perusahaan itu. Jika perusahaan rugi, akan banyak orang yang menjadi korban. Apabila ia berada di tubuh lembaga pemerintahan, maka ia akan menjadi salah satu sumber kebangkrutan keuangan negara. Bila keuangan negara bangkrut, akibatnya masyarakat tidak mendapatkan bantuan fasilitas yang seharusnya menjadi haknya.
Orang yang gila harta, tujuannya hanya satu bagaimana mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Ia bekerja pagi, siang, dan malam tanpa mengenal lelah, bekerja, bekerja, dan bekerja, demi tercapainya target. Dirinya sendiri pun seringkali kurang mendapat perhatian. Kewajiban kepada Tuhan terabaikan, Sarapan tidak sempat, istirahat kurang, makan menjadi tidak teratur dan tidak terkontrol, tidak ada waktu sosialisasi di lingkungan masyarakat, bahkan bertemu dengan keluarga pun waktunya sangat terbatas. Jika demikian, dikhawatirkan kekayaan berupa uang, harta benda maupun jabatan tinggi yang sudah digenggam tak membawa berkah.
Lalu apa gunanya uang yang dikumpulkan selama ini kalau setelah kita peroleh akhirnya hanya dibuang untuk biaya perawatan kesehatan, menguap sia-sia, dan tidak dapat dinikmati. Bahkan, yang lebih ironis, hidup kita tidak menjadi lebih baik tapi lebih buruk dalam perspektif spiritual.

Orientasi Spiritual

Apakah betul uang menjadi satu-satunya sumber motivasi? Tidak, itu kita sepakat. Banyak sumber motivasi lain yang bisa digunakan untuk mendongkrak produktivitas kita. Motivasi yang paling kuat adalah motivasi yang timbul dari dalam diri kita masing-masing. Sumber motivasi yang paling kuat dan tahan lama dalam diri kita adalah motivasi yang berorientasi pada spiritiual (non materi).
Orang yang berorientasi pada materi, apabila materi tersebut tidak diperoleh maka motivasi orang itu bisa turun dan akhirnya tidak lagi termotivasi. Orang yang berorientasi pada nilai-nilai spiritual, motivasinya cenderung lebih konsisten. Ia bekerja bukanlah semata-mata untuk mendapatkan imbalan uang. Uang hanya diposisikan sebagai konsekuensi logis atau hak yang diterima sesuai dengan nilai kontribusi yang telah diberikan. Uang juga dipandang sebagai ukuran tingkat kompetensi yang dimilikinya.
Jadi, untuk membangkitkan motivasi, kita bisa menggunakan pendekatan spiritual. Apa yang dikemukakan oleh Jansen H. Sinamo sebagai delapan etos kerja profesional sangatlah menarik untuk dicermati, sebagai salah satu bentuk penggunaan nilai-nilai spiritual sebagai sumber motivasi.
Jansen H. Sinamo dalam bukunya berjudul Ethos 21 mengemukakan delapan etos kerja profesional sebagai berikut:
1. Kerja adalah rahmat; aku bekerja tulus dengan syukur.
2. Kerja adalah amanah; aku bekerja benar penuh tanggungjawab.
3. Kerja adalah panggilan; aku bekerja tuntas penuh integritas.
4. Kerja adalah aktulisasi; aku bekerja keras penuh semangat.
5. Kerja adalah ibadah; aku bekerja serius penuh kecintaan.
6. Kerja adalah seni; aku bekerja kreatif dengan penuh suka cita.
7. Kerja adalah kehormatan; aku bekerja tekun penuh keunggulan.
8. Kerja adalah pelayanan; aku bekerja sempurna dengan kerendahan hati.

Kerja adalah rahmat: Kita bisa bekerja bergabung dengan sebuah perusahaan selayaknya disyukuri. Kita bisa bekerja karena dipercaya memiliki kompetensi, itu merupakan rahmat Tuhan. Apa yang terjadi bila semua orang tidak percaya sama kita sehingga tidak ada perusahaan yang mau menerima kita atau tidak ada orang yang mau berbisnis dengan kita. Karena itu, rasa syukur itu hendaklah kita wujudkan dengan bekerja secara tulus. Kita bekerja untuk memberi kontribusi bagi kebaikan perusahaan, bagi masyarakat, dan bagi kemanusiaan. Selebihnya kita serahkan kepada Tuhan. Jika kita mau bersyukur, maka nikmat yang kita terima justru akan ditambah lagi oleh Tuhan.
Kerja adalah amanah: Tahukah Anda bahwa ketika kita bekerja sesungguhnya kita sedang menjalankan amanah. Gaji dan bonus yang kita terima itu pada hakikatnya imbalan atas amanah yang kita tunaikan. Sebagai karyawan kita mendapat amanah untuk melakukan suatu pekerjaan. Itu sebabnya, amanah itu harus kita laksanakan dengan penuh tanggungjawab. Kita harus bersedia menanggung beban melakasanakan pekerjaan itu dan menjawabnya dengan hasil yang maksimal sebagaimana yang diminta oleh manajemen.
Kerja adalah panggilan: Apa pun pekerjaan kita saat ini adalah bagian dari pilihan kita sendiri. Pilihan itu adalah panggilan hati kita sendiri. Oleh karena pekerjaan itu pilihan kita sendiri wajarlah kalau kita bekerja dengan penuh integritas. Artinya, ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Itu juga berarti, bahwa keputusan memilih pekerjaan itu hendaknya disertai dengan kemauan untuk melakukan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sayangnya, seringkali dalam bekerja, kita tidak menggunakan kemampuan yang dimiliki secara maksimal. Akibatnya, hasil kerja kita juga tidak maksimal.
Kerja adalah aktulisasi: Proses melakukan pekerjaan itu pada hakikatnya suatu proses aktulisasi potensi diri. Dalam bekerja kita mengerahkan kemampuan yang kita miliki termasuk kemampuan yang mungkin masih terpendam atau lama tidak dipergunakan. Dalam bekerja secara tidak langsung kita juga mengasah keahlian dalam melakukan pekerjaan itu, menambah pengalaman, menambah pengetahuan, serta membentuk kebiasaan bekerja yang positif. Karena itu, semakin keras kita bekerja, aktulisasi potensi dan pengembangan diri kita akan lebih efektif.
Kerja adalah ibadah: Dalam ajaran agama, secara tegas dinyatakan bahwa manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah kepada Tuhan. Konsekuensinya, semua yang kita lakukan selama sesuai dengan norma agama maka akan menjadi bagian dari ibadah kita kepada Tuhan. Kerja pun sesungguhnya wujud ibadah kepada Tuhan. Kita bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga. Proses ini adalah bagian dari ketaatan kepada norma agama, karena kita harus menjaga agar keluarga yang kita tinggalkan tidak menderita dan akhirnya menjadi beban bagi masyarakat. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik bagimu daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, yang meminta-minta kepada manusia.”

Kerja adalah seni: Seni berarti keahlian membuat karya yang bermutu. Jadi, kalau kerja adalah seni, maka dapat diartikan bahwa ketika kita bekerja sesungguhnya merupakan suatu proses penciptaan sebuah karya yang bermutu. Apa pun pekerjaan dan tanggungjawab kita, maka seyogyanya berorientasi pada mutu hasil kerja kita. Pandangan ini menunjukkan, dalam bekerja kita dianjurkan untuk kreatif sehingga pekerjaan kita bernilai tinggi bagi perusahaan maupun masyarakat, dan kita pun bangga dengan hasil pekerjaan kita.
Kerja adalah kehormatan: Orang yang bekerja sesungguhnya ia menjaga kehormatan dirinya sendiri. Itu berarti, hasil kerja kita haruslah buah dari kompetensi yang kita miliki. Semakin tinggi kualitas hasil kerja kita maka makin tinggi kompetensi kita. Jangan sampai, kita mencapai hasil bukan karena kompetensi kita tetapi karena perilaku curang. Seberapa tingginya prestasi dan hasil yang kita capai apabila dihasilkan dari perilaku kerja yang menyimpang dari norma maupun peraturan maka hasil itu tidak akan menambah kehormatan tetapi justru akan merusak kehormatan diri sendiri. Cepat atau lambat orang akan tahu kecurangan yang kita lakukan.
Kerja adalah pelayanan: Sesungguhnya, semua jenis profesi di dunia ini adalah manifestasi dari pelayanan. Semakin banyak orang yang puas dengan pelayanan kita maka kita pun akan mendapatkan bayaran makin tinggi. Agen asuransi bisa menjadi contoh. Semakin banyak orang yang berhasil dilayani maka otomatis preminya makin besar. Besarnya premi akan membuahkan komisi yang besar pula. Jadi, untuk meningkatkan penghasilan, seorang agen dapat melakukannya dengan cara meningkatkan jumlah orang yang menjadi pemegang polis yang dilayaninya.
Delapan etos kerja profesional di atas layak dipertimbangkan sebagai sumber motivasi yang berorientasi pada spiritual. Kerja yang berorientasi pada nilai-nilai spiritual selain memberikan kepuasan batin juga dapat menjadi motivasi yang kuat dan tahan lama. Perilaku kerja yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual bisa melahirkan sikap dan perilaku profesional yang selama ini didambakan setiap orang khususnya di kalangan pelaku bisnis yang menjunjung tinggi kejujuran dan kepercayaan.Proses kerja yang berpijak pada nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan yang digambarkan dalam delapan etos kerja profesional itu berpeluang besar untuk menghasilkan imbalan kekayaan berupa uang, harta, dan kedudukan yang berkah. Berkah berarti membawa kebaikan bagi banyak orang. Semoga apa yang kita miliki menjadi berkah***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar